ETIKA UNTUK BERKELANJUTAN BISNIS
Isu pentingnya etika bisnis semakin santer dalam satu dasawarsa terakhir. Skandal Enron, tahun 2001, yang membawa pada kebangkrutan perusahaan tersebut,
tentu tidak bisa dihapus dari ingatan kita. Namun, tiga tahun terakhir kita menemukan lumayan banyak pelanggaran etika oleh perusahaan atau pimpinan perusahaan.
Pada 2018, Chistoper Wylie, melalui The Guardian dan The New York Times, untuk pertama kalinya menyampaikan ke publik bahwa Cambridge Analytica
telah menambang data pengguna Facebook secara ilegal untuk kepentingan pemilihan presiden AS, dan ternyata juga, untuk Brexit.
Pada tahun 2019, kita menemukan Carlos Ghosn, sang penyelamat Nissan Motor Company yang legendaris itu, tersandung praktik menguntungkan diri sendiri melalui
pengaturan paket remunerasi. Di Indonesia, tentu kita masih ingat skandal laporan keuangan tahunan Garuda Indonesia, dan penyelundupan sepeda Brompton.
Untuk itulah wajar kalau kita melihat dan memikirkan kembali mengenai praktik etika bisnis. Melalui artikel “Ada Masalah Apa dengan Etika Bisnis?,
redaksi majalah Manajemen mengantarkan kajian Andrew Stark, mengenai penyebab banyaknya pimpinan perusahaan melanggar etika bisnis. Menurut Stark,
pelanggaran terjadi bukan karena para manajer tidak ingin berlaku etis, tetapi pedoman etika bisnis yang dikembangkan di dunia akademik sangat jauh dari kenyataan di lapangan.
Dalam edisi kali ini, kami juga memberi jawaban mengapa orang yang baik melanggar etika. Dalam artikel “Mengapa Orang Etis Memilih Tidak Etis?”
ditunjukkan bahwa tekanan dan sistem dalam suatu organisasi dapat membuat orang baik menjadi tidak baik. Tentu, dalam edisi kali ini kami juga menyajikan metode
yang ditawarkan para ahli untuk membangun etika bisnis di perusahaan, seperti artikel “Mencegah Skandal Melalui Ilmu Perilaku
Pembaca bisa menggali lebih banyak lagi manfaat cara menjalankan bisnis yang etis melalui rubrik tetap kami, seperti rubrik Dewan
Komisaris sebagai Penegak Etika dalam Organisasi”, rubrik Kolom: “Pertimbangan Etika di Era Big Data”. Jangan lupa ikuti penuturan dua whistleblower
yang membongkar skandal Cambridge Analytica dalam rubrik Ringkasan Buku.
Reviews
There are no reviews yet.